16 August 2013

Berterimakasih kepada Rasulullah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan kepada kita, dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ لم يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللَّهَ
“Barangsiapa yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia, maka ia tidak/belum bersyukur kepada Allah”
Maka jangan samapi kita memuji Allah subhanahu wata’ala namun melupakan makhluk-Nya. Karena belumlah bersyukur secara sempurna seorang hamba kepada Allah subhanahu wata’ala, jika mereka belum berterima kasih kepada manusia. Terdapan belasan riwayat dalam hadits ini,, yang diantaranya diriwayatkan oleh Al Imam Thabrani dan lainnya dengan makna yang sama yaitu belumlah sempurna syukur seorang hamba kepada Allah jika ia belum bersyukur (berterima kasih) kepada manusia.
Maka jelaslah dari makna hadits ini bahwa pujian kepada manusia adalah bagian dari rasa syukur kepada Allah subhanahu wata’ala, bagian dari pujian kepada Allah subhanahu wata’ala. Sehingga memuji kepada hamba-hamba Allah yang mulia dan shalih yang menjadi pengantar menuju kenikmatan yang Allah berikan kepada seseorang adalah bagian dari syukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka belum sempurna syukur dan pujian kita kepada Allah subhanahu wata’ala, walaupun dengan ribuan tahun beribadah, sebelum kita berbakti kepada kedua orang tua kita, karena merekalah yang menjadi perantara bagi kehiduapan kita. Sehingga belum sempurna kita memuji Allah subhanahu wat’ala, jika kita belum berterima kasih kepada makhluk yang menjadi perantara dan mengantar kita kepada keridhaan Allah subhanahu wata’ala, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka semoga Allah subhanahu wata’ala memberi hidayah orang-orang yang berpendapat bahwa pujian kepada makhluk adalah perbuatan syirik dan kultus. Sungguh hal ini justru memutuskan makna syukur kepada Allah subhanahu wata’ala, dengan dalil yang jelas riwayat Shahih Al Bukhari dimana ketika orang-orang quraisy mencaci beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga membuat para shahabat merasa sedih, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata bahwa mereka (kuffar quraisy) telah menamakan beliau مذمم : Mudzammam (yang banyak dicaci atau dicela), namun namaku adalah محمد : Muhammad ( yang banyak dipuji ).
Demikianlah hamba yang paling banyak dipuji dan paling berhak dipuji dan paling terpuji yaitu makna dari kalimat “Muhammad”. Maka kalimat ini menjadi dalil yang shahih dan jelas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri yang memperbolehkan kita ummatnya untuk memuji beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam telah diberi nama “Muhammad” yaitu orang yang banyak dipuji oleh seluruh makhluk dan banyak dipuji oleh pencipta seluruh makhluk, Allah subhanahu wata’ala. Maka pujian kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bentuk daripada kesempurnaan syukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka terputuslah rahasia makna “Alhamdulillah” dan kemuliaannya tanpa kita mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana sabda beliau shallall ahu ‘alaihi wasallam :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حتى أَكُونَ أَحَبَّ إليه مِنْ وَلَدِه وَوَالِدِه وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“ Tidak beriman (dengan iman yang sempurna) salah seorang diantara kalian, hingga aku lebih dicintainya daripada anaknya dan kedua orang tuanya, serta dari semua manusia”
Maka kesempurnaan iman seseorang adalah dengan melebihkan sang nabi untuk dicintai dari seluruh makhluk Allah subhanahu wata’ala
copas dari website MR

No comments: