12 September 2009

KERATODERMA

I.                   Definisi
Keratoderma adalah suatu kondisi pembentukan keratin pada telapak tangan dan kaki yang berlebihan(1).
II.                Sinonim
Keratoma, hyperkeratosis, keratosis, tilosis.
III.             Klasifikasi
Ada 2 bentuk: didapat dan congenital.
Keratoma yang didapat ialah keratoderma klimakterium dan keratoma plantar sulkatum. Keratoma congenital ialah keratoderma palmoplantar herediter, contohnya iktiosis, keratosis pungtata palmoplantar, keratoderma familial dengan karsinoma pada esophagus. Sindrom papilon Lefevre ialah kelainan resesif autosomal, terdiri atas hyperkeratosis palmaris et plantaris, gingivitis dan periodontosis. Keratoderma biasanya terdapat pada dermatitis yang menahun, psoriasis, ptiriasis rubra pilaris, keratosis folikularis, dan parakeratosis(2).
Pembagian keratoderma menurut FRANCESCHETTI dan SCHNYDER :
1.      X-linked dominant
2.      X-linked recessive

TERAPI INFEKSI JAMUR SUPERFISIAL

1.      Terapi Umum
a.       Menjaga kebersihan badan.
b.      Hindari kelembaban kulit dan penggunaan pakaian yang tidak menyerap keringat.
2.      Terapi Topikal
Pengobatan topikal digunakan dengan cara dioleskan tipis pada lesi dan sampai 2 cm dari lesi, 1 – 2 kali sehari selama kurang lebih 2 – 3 minggu. Obat-obat topikal antara lain:
a.       Golongan azole : Menghambat sintesis ergosterol sehingga akan menyebabkan membrane sel jamur tidak stabil dan bocor, jamur lemah sehingga tidak dapat bereplikasi. Obat ini bersifat fungistatik.
(Econazole, ketoconazole 2%, clotrimazole 1%, miconazole 2%, oxiconazole 1%, sulconazole 1%, sertaconazole 2%).
b.      Golongan allylamine : Menghambat enzim squalene 2-3 epoxidase sehingga akan mengurangi jumlah sterol dan jamur akan mati.
(naftitin 1%, terbinafine 1%).
c.       Ciclopirox olamine 1% bersifat fungisid dengan menginterverensi sintesis DNA-RNA dan protein dengan cara menghambat transport elemen esensial pada sel jamur.
d.      Golongan asam organic. Contohnya salep withfield yang berisi asam salisilat 3% dan asam benzoate 6%. Sediaan ini bersifat keratolitik sehingga pengaruhnya terhadap infeksi jamur mungkin melalu proses deskuamasi.
e.       Haloprogin 1% merupakan antijamur yang efektif pada dermatofitosis dan ragi.
f.       Golongan tiokarbonat (Tolnaftat 2%, tolsiklat 1%) merupakan antijamur yang efektif terhadap dermatofitosis dan kurang efektif terhadap candida.
g.      Asam undesilenat 2 – 5% efektif untuk deramtofitosi tapi tidak untuk candida.
h.      Golongan sulfur (selenium sulfida 2,5%) obat ini efektif untuk tinea versikolor.
i.        Golongan zat warna trifenilmetan (gentian violet 1-2%) efektif untuk kandida.
3.      Terapi Sistemik
Obat sistemik digunakan jika lesi luas, imunosupresi, resisten terhadap terapi topikal. Obat-obat sistemik tersebut antara lain:
a.       Griseofulvin 10mg/kgBB/hari atau 500mg/hari, merupakan obat antijamur yang efektif terhadap dermatofitosis tapi tidak untuk tinea versikolor dan candida.
b.      Ketoconazole 3 – 4mg/kgBB/hari atau 200mg/hari, merupakan obat antijamur yang efektif terhadap kandidosis, mikosis profunda, dermatofitosis dan tinea versikolor.
Untuk pengobatan tinea versikolor 400mg/hari selama 5 hari atau 200mg/hari selama 10 hari.
Untuk pengobatan kandidosis 2 x 200mg/hari selama 5 hari.
Golongan imidazol terbaru:
-          Fluconazole 50 – 100mg/hari atau 150mg sehari.
-          Itraconazole 100mg/hari
c.       Terbinafine 250mg/hari, obat ini berefek baik pada dermatofitosis akan tetapi berefek sedang pada kandida.

Dengkur dan Risiko Stroke-Hipertensi-Jantung

APAKAH pasangan Anda mendengkur saat tidur? Saat ini banyak sekali orang yang mendengkur saat tidur. Kita tidak sadar, tetapi pasangan kita tentu terganggu dengan aktivitas ngorok itu.

Lebih berbahaya lagi, ternyata kebiasaan mendengkur (snoring) dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke, hipertensi, dan serangan jantung.
Mendengkur merupakan gejala utama dari penyakit Obstructive Sleep Apnea (OSA). Mendengkur terjadi karena aliran udara melalui sumbatan parsial saluran nafas pada bagian belakang hidung dan mulut yang terjadi saat tidur. Sedangkan OSA merupakan sebuah gangguan tidur yang berarti henti nafas (apnea) saat tidur dengan gejala utama mendengkur.
Proses Dengkur Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau palatum.

Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas menstabilkan jalan nafas pada waktu tidur di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah, dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi obstruksi.

OSA ditandai dengan kolaps berulang dari saluran nafas atas, baik komplet maupun parsial, selama tidur. Akibatnya, aliran udara pernafasan berkurang (hipopnea) atau terhenti (apnea), sehingga terjadi desaturasi oksigen (hipoksemia) dan penderita berkali-kali terjaga (arousal).

Kadang-kadang penderita benar-benar terbangun pada saat apnea di mana mereka merasa tercekik. Lebih sering penderita tidak sampai terbangun tetapi terjadi partial arousal yang berulang, berakibat pada berkurangnya tidur dalam atau tidur gelombang lambat.
Komplikasi OSA dapat menaikkan risiko hipertensi. Sebuah penelitian di Amerika Serikat (The Sleep Heart Study) yang dilakukan pada 6.000 individu memperlihatkan asosiasi independen yang jelas antara OSA dan hipertensi, dan prevalensi hipertensi meningkat sesuai dengan beratnya OSA.

Mekanisme terjadinya hipertensi diduga sebagai akibat stimulasi saraf simpatis yang berulang-ulang yang terjadi pada setiap akhir fase obstruktif dan disfungsi sel-sel endotel.

OSA juga dapat menaikkan risiko serangan jantung. Beberapa penelitian memperlihatkan kemungkinan adanya hubungan antara OSA denga infark miokard (serangan jantung).

Mekanismenya diduga melalui efek tidak langsung dari hipertensi, aterosklerosis, desaturasi oksigen, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, peningkatan koagulopati dan respons inflamasi.

Selain hipertensi dan serangan jantung, ternyata OSA juga berpengaruh dalam kejadian stroke. Dalam penelitian yang dilakukan Yaggi dkk dalam New England Journal of Medicine disebutkan, OSA secara signifikan meningkatkan risiko stroke dan kematian serta hipertensi.

Kemungkinan peran OSA dalam patogenesis stroke di antaranya melalui proses aterosklerosis, hipertensi, berkurangnya perfusi serebral akibat penebalan dinding arteri karotis, output jantung yang rendah, peningkatan koagulopati dan peningkatan risiko terbentuknya bekuan darah.
Pencegahan Oleh karena itu, bagi penderita yang mempunyai gejala mendengkur, alangkah baiknya sebelum terjadi komplikasi-komplikasi diatas mengontrol dirinya ke dokter. Beberapa tips yang dapat dilakukan untuk mengurangi gejala mendengkur:

Pertama, turunkan berat badan bagi penderita obesitas. Kedua, ubah posisi tidur dari terlentang menjadi miring atau telungkup. Ketiga, kurangi rokok dan alkohol. Keempat, kontrol ke dokter spesialis THT. Semoga bermanfaat! (32)

—Anwarusy Syamsi SKed dan dokter Noer Ali Udin SpTHT-KL, staf pengajar Kepaniteraan Klinik FK-UMY.
dapat diakses dari http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/08/06/75546/Dengkur.dan.Risiko.Stroke.Hipertensi.Jantung

11 September 2009

KERATOSIS SEBOROIK

BAB I
PENDAHULUAN
I. 1       Latar Belakang
            Keratosis seboroik merupakan tumor jinak kulit yang paling banyak muncul pada orang yang sudah tua, sekitar 20% dari populasi dan biasanya tidak ada atau jarang pada orang dengan usia pertengahan. Keratosis seboroik memiliki banyak manifestasi klinik yang bisa dilihat, dan keratosis seboroik ini terbentuk dari proliferasi sel-sel epidermis kulit. Keratosis seboroik dapat muncul dalam berbagai bentuk lesi, bisa satu lesi ataupun tipe lesi yang banyak atau multipel.
Walaupun tidak ada faktor etiologi khusus yang dapat diketahui, keratosis seboroik lebih sering muncul pada daerah yang terpapar sinar matahari, terutama pada daerah leher dan wajah, juga daerah ekstremitas.(1)
Secara global atau internasional, keratosis seboroik merupakan tumor jinak pada kulit yang paling banyak diantara populasi di Amerika Serikat. Angka frekuensi untuk munculnya keratosis seboroik terlihat meningkat seiring dengan peningkatan usia seseorang.(2)
I.2        Tujuan Penulisan
            Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui diagnosis dan terapi keratosis seboroik.