05 November 2009

Keratoderma, ’’Momok’’ bagi Ibu-ibu

Apakah Anda sering mengalami kaki pecah-pecah? Barangkali istri Anda suka mengeluh kakinya sering pecah-pecah? Memang bukan pecah dalam arti harfiah, tetapi penebalan kulit lalu merekah, serta terasa perih saat terkena detergen.

DALAM dunia kedokteran, penyakit ini disebut sebagai keratoderma. Apakah itu? Keratoderma adalah kondisi pembentukan keratin (penebalan jaringan tanduk) yang berlebihan pada telapak tangan dan kaki. Kondisi ini ditandai dengan penebalan kulit disertai pecah-pecah yang berwarna putih kekuningan.

Dalam banyak kasus, keratoderma juga disertai dengan adanya fissura, yaitu luka berbentuk linier dengan dasar merah atau kehitaman.

Apabila terkena iritan (detergen, sabun, dan sejenisnya) akan terasa perih. Bahkan Anda akan merasa nyeri saat berjalan terlalu lama atau menahan beban yang berat-berat.

Penyebab keratoderma adalah idiopatik (didapat) dan kongenital (bakat keturunan).



Dari dua penyebab ini, keratoderma mempunyai beberapa klasifikasi. Misalnya keratoderma klimakterium dan keratoma plantar sulkatum yang merupakan keratoderma dapatan. Sedangkan keratoderma palmoplantar hereditarum dan keratosis pungtata palmoplantar merupakan keratoderma bawaan.
Daerah Tropis Keratoderma klimakterium merupakan gejala kulit pecah-pecah pada tumit yang seringkali diderita oleh perempuan pada usia klimakterium (40-65 tahun). Gejala umumnya hampir sama, tetapi banyak diderita kaum hawa menjelang menopause dan awal masa tua.
Sedangkan keratoderma plantar sulkatum adalah keratoderma yang seringkali terjadi pada daerah tropis seperti Indonesia.

Epidermis telapak kaki, terutama pada bagian depan dan tumit, sangat menebal dan berwarna kekuningan, terdapat pula belahan yang dalam berwarna hitam.

Tanda khasnya adalah lubang-lubang sedalam 1-7 mm pada telapak kaki, tak disertai tanda-tanda radang. Penderita mengeluh nyeri pada kaki bila banyak berjalan. Penyakit ini berhubungan dengan musim, timbul pada musin hujan dan menghilang pada musim kemarau.

Gangguan ini sering dialami tentara yang memakai sepatu bot yang terus-menerus dan lembab. Acton dan McGuire (1931) menemukan jasad renik dari group Actinomycetes, dan menyebutnya keratolisis plantar sulkatum.

Zaias dkk mendemonstrasikan adanya organisme gram positif yang bercabang dan berfilamen, serta menamakannya sebagai pitted keratolysis.
Bakat Bawaan Keratoderma palmoplantar hereditarum merupakan keratoderma herediter (bakat bawaan) yang mengenai kedua (simetrik) telapak tangan dan kaki. Ia merupakan jenis keratoderma yang sering ditemukan ketika pasien mempunyai bakat bawaan dari ibu atau nenek.
Yang khas dari jenis penyakit ini adalah penebalan menyeluruh yang nyata pada telapak tangan dan kaki secara simetrik.

Kadang-kadang penebalan meluas ke lateral atau dorsal, terutama pada punggung sendi jari tangan. Lekukan pada telapak kaki umumnya bebas.
Epidermis menjadi tebal, kering, verukosa, dan bertanduk.

Bentuk strie dan berlubang bisa terlihat. Dalam beberapa kasus sering terdapat hiperhidrosis. Kadang-kadang terlihat kelainan pada kuku yang menjadi tebal, kabur, dan berubah bentuk. Iktiosis atau anomaly congenital juga dapat dijumpai.

Sedangkan keratoderma pungtata palmoplantar adalah jenis keratoderma herediter yang bisa menyerang semua umur, mulai dari remaja sampai tua.

Gejala khasnya adalah pungtat atau penonjolan penebalannya terletak pada banyak titik, bisa datar, kecil, sampai seukuran biji jagung (lentikular), yang berwarna kuning abu-abu.

Penonjolan makin lama makin membesar, lebih besar pada telapak kaki daripada telapak tangan, terutama pada tumit dan tempat-tempat yang mendapat tekanan. Penyakit ini diturunkan secara dominan autosomal. Keratosis semacam itu sering disebabkan oleh arsen.
Pengobatan Bagaimana mengobatinya? Pengobatan keratoderma ditujukan untuk menambah hidrasi stratum korneum (kelembaban air) pada lapisan tanduk kulit, menipiskan penebalan kulit, menormalkan pertumbuhan sel-sel kulit yang berlebihan, atau menekan proliferasi epidermal.

Ada beberapa obat yang digunakan. Pertama, propilen glikol 60 % dalam air, yang dioleskan pada lesi dengan oklusi setiap malam selama 2-3 malam.

Larutan sebaiknya dioleskan ke kulit yang telah dibasahi. Dengan meningkatnya hidrasi ke stratum korneum, maka skuama menjadi lunak dan mudah lepas.

Kedua, obat-obatan yang termasuk dalam kelompok keratolitik. Misalnya salep salisil (4-6 %), salep aapol, dan salep withfield.

Ketiga, krim atau lotion yang mengandung asam retinoat 0,05 %, yang berfungsi menormalkan proliferasi epidermal serta mempunyai daya keratolitik yang ringan.

Keempat, kortikosteroid topical potensi kuat sampai sangat kuat, yang juga berfungsi menekan proliferasi epidermal. Kelima, krim urea (10-20%) yang berfungsi menambah hidrasi dan keratolitik.

Tetapi alangkah baiknya jika Anda memeriksakan diri ke dokter kulit, agar bisa diketahui secara pasti apa jenis keratoderma yang dideritanya. Deteksi pasti memudahkan dokter memberikan obat yang lebih tepat pula.

Ada beberapa usaha untuk mencegah penyakit ini. Misalnya, dengan memperhatikan kelembaban kulit. Jika musim kering, siap-siaplah membawa krim pelembab ke mana saja.

Jika kulit sedang kering, hindari penggunaan bahan-bahan iritan seperti detergen. Jangan pula membawa beban yang berat serta berjalan lama. Semoga bermanfaat!

No comments: